'Sudah Demikian'
Oleh: Shinta Tiara
Semua manusia terlahir telanjang. Sudah demikian defaultnya. Given. Tidak ada pengecualian. Mana ada, mentang-mentang anak Raja, bisa pesan lahir dengan mahkota di kepala. Atau mentang-mentang anak orang super kaya, lahir dengan setelan jas rapi plus sepatu. Nggak bisa. Termasuk dulu berita heboh tapi pembodohan, ada bayi lahir membawa Al Qur'an--itu pembodohan massal.
Semua manusia terlahir tidak bisa bicara--kecuali Nabi Isa. Tidak bisa lari, tidak bisa joget, tidak bisa loncat. Sudah demikian defaultnya. Given. Tidak ada pengecualian. Mana ada, mentang-mentang anak atlit lari dunia, bisa lahir langsung jago lari sprint. Atau mentang-mentang anak pesepak-bola top, lahir sudah bisa menendang pinalti. Tidak ada.
Semua manusia terlahir begitu. Sudah demikian hukum alamnya.
Sama demikiannya dengan: bahwa semua manusia sesungguhnya dalam keadaan rugi. Eh? Masa'? Tentu saja, kawan. Itu sudah default kita sebagai manusia: dalam keadaan rugi. Tidak bisa dibantah, jangan coba-coba--sepintar apapun kalian. Semua manusia sesungguhnya dalam keadaan tidak untung alias minus alias tekor, alias negatif posisinya. Kecuali oh kecuali: yang beriman dan beramal saleh, serta saling menasehati tentang kebenaran dan kesabaran.
Bukalah kitab suci: al 'Asr(i), Innal Insaana lafii khusr(in), Illallazina 'aamanu wa 'amilus saalihaati watawaasaw bil Haqqi wa tawaasaw bis Sabr (Demi waktu (i), sesungguhnya manusia dalam keadaan rugi (ii), kecuali yang beriman dan beramal saleh, serta saling menasehati tentang kebenaran dan kesabaran (iii). Ini surah pendek yang banyak sekali dihafal orang banyak. Saking hafalnya, saya yakin, ada yang mengigau pun bisa baca surah ini. Panik pun, tetap hafal. Reflek berseru membaca surah ini. Karena itulah, akan jauh lebih top markotop lagi jika kita semua paham artinya. Apa artinya? Yap, demikianlah kira-kira maksudnya. Tentang manusia yang tekor, dan solusinya agar tidak tekor.
Apakah kita mau tetap jadi orang rugi? Apakah kita tetap menganggap saling menasehati itu termasuk hal tidak penting, tidak peduli? Silahkan direnungkan saja. Saya bukan ahli tafsir, saya ahli fiksi. Jadi daripada tafsir saya ngaco, sy persilahkan kalian membaca buku2 agama yang baik.
Nah, saya mau menutup notes ini dengan: waktu saya masih SD dulu, setiap pulang sekolah saya dan teman-teman selalu disuruh membaca surah ini ramai-ramai. Duhai, jaman itu, mana tahu saya soal artinya yang indah dan menakjubkan. yang saya tahu, kami ramai-ramai selalu bergaya saat menyebut HAQ dan SABR--dibuat mantul menyebut huruf qaf-nya (haq-qqq), dan satu tarikan huruf ba dan ra (sob-beerrr). Tidakkah anak2 SD masih membaca surah ini saat mau pulang sekolah? maka, kalau masih, tidakkah wahai kalian guru-guru, menangis mendengar anak2 kecil itu ramai-ramai dengan suara lantang membacakan firman Tuhan yg indah ini. Bukankah itu momen yg hebat? Semoga itu memberikan energi yang tiada tara; betapa profesi guru amat mulia. Betapa sekolah selalu bisa jadi benteng ahklak yang baik.